Serat Gambuh, adalah salah satunya. Tembang Jawa ini berisi petuah atau petunjuk tentang tingkah laku yang baik. Dan, petuahnya masih cukup relevan untuk diterapkan saat ini.
Marilah kita coba cermati baitnya:
Sekar gambuh ping catur,
kang cinatur polah kang kalantur,
tanpa tutur katulo-tulo katali.
Kadaluwarso katutur,
Kapatuh pan dadi awon.
Makna tembang Jawa ini adalah sebuah peringatan akan pentingnya petunjuk dan nasihat yang baik bagi semua orang. Karena, bisa jadi seseorang yang dianggap bertingkah laku buruk, tidak selalu disebabkan karena dia bertabiat jahat. Bisa jadi karena dia tidak tahu tentang suatu aturan. Oleh karenanya, seseorang yang tahu, harus segera memberinya pengetahuan tentang tatakrama dan cara bertingkah laku yang baik.
Sebab, jika tidak ada seorang pun yang mau memberikan nasihat atau mengajarkan pengetahuan mengenai tatakrama dan cara bertingkah laku yang baik padanya, maka dia akan merugi dalam hidupnya. Apabila ini terlambat dilakukan, maka bukan hanya orang itu saja yang rugi, tetapi bisa merugikan siapa saja secara luas. Maka nasihatilah dia, supaya keadaannya tidak jadi semakin buruk.
Tembang Jawa ini mengajarkan untuk tidak gegabah dalam menilai perilaku seseorang. Kita harus mencoba untuk mendalami dan mencari tahu, faktor apa saja yang berada di balik tingkah laku buruk seseorang. Maknanya, agar kita bisa bersikap arif serta bijaksana dalam pergaulan, terlebih dalam menilai orang.
Tanggung Jawab Sosial
Selain itu, tembang Jawa ini juga mengingatkan akan tanggung jawabsosial kita. Menjadi kewajiban bagi kita semua untuk memberitahu seseorang yang tidak tahu, agar dia bisa segera tahu. Ini adalah wujud dari tanggung jawab sosial dalam rangka menjaga agar kehidupan pergaulan sosial kita tetap berlangsung baik. Sebab, membiarkan orang tetap pada ketidaktahuannya, bukan hanya akan merugikan diri orang itu saja, juga bisa merugikan kita semua.
Inilah sekelumit kearifan dari sebuah tembang Jawa yang merupakan kristalisasi dari falsafah hidup orang Jawa. Pengemasan dalam bentuk tembang Jawa, dimaksudkan agar makna dari falsafah ini bisa lebih mudah diterima, dan tidak berkesan menggurui.
Namun, sayangnya kita sering menjumpai sesuatu yang seharusnya bisa dijadikan tuntunan kini berubah fungsi menjadi tontonan dan hiburan.
Categories:
Artikel
,
Budaya Jawa
,
Negaraku Indonesia
0 komentar:
Post a Comment