Jakarta: Asalajangan.com Setelah diprotes berbagai kalangan, akhirnya Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo memutuskan menunda rencana memungut pajak 10 persen bagi warung makan termasuk warung Tegal alias warteg.
Keputusan Foke, panggilan akrab Fauzi Bowo diungkapkan saat berdialog dengan Koperasi Warung Tegal (Kowarteg) di Jakarta, Senin, 6 Desember 2010. Foke akan menunda penandatangan rancangan peraturan daerah sebagai pelaksanaan UU Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Kata Foke, dalam peraturan tersebut sejatinya bukan hanya restoran yang bisa terkena pajak, namun juga kafe, warung, bar, termasuk jasa boga lainnya. Namun, dari hasil dialog, pengenaan pajak ini dinilai memberatkan para pengelola warteg karena bisa mempengaruhi volume penjualan.
“Akan saya kembalikan ke badan legislasi daerah untuk dicermati dan diteliti. Nanti kami lihat prosesnya seperti apa karena kewenangan ada pada badan legislasi,” katanya.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menyerahkan kembali Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ke Badan Legislasi Daerah (Balegda) untuk dikaji kembali setelah diselaraskan di Kementerian Dalam Negeri.
Gara-gara pajak warteg, Rapat Paripurna DPR RI memutuskan akan memanggil Fauzi Bowo guna memberikan klarifikasi atas rencana penarikan pajak 10 persen bagi restoran dan rumah makan yang beromzet Rp60 juta per hari atau sekitar Rp170 ribu per hari.
Niat mengenakan pajak warteg ini bermula dari upaya Pemerintah DKI Jakarta untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dari setoran pajak. Terobosan yang dianggap banyak pihak sebagai langkah kurang kreatif ini, akan diberlakukan mulai 1 Januari 2011. Dari hitung-hitungan pemda, DKI diperkirakan memiliki penghasilan tambahan sekitar Rp50 miliar setiap tahun.
Namun, rencana ini justru membuat berang pemilik warteg. Kowarteg juga turun tangan untuk mengatasi persoalan yang menyangkut 26.900 pemilik warteg yang mulai resah dengan aturan baru ini.
Menurut Ketua Kowarteg Jakarta, Sastoro, penerapan pajak warteg merupakan kebijakan kejam. Warteg yang beromset Rp400 ribu per hari tak akan sanggup bila dibebani pajak 10 persen.
“Warteg tidak kenal bon, jika diberlakukan pajak 10 persen maka harus mengubah mekanismenya. Ada benturan sangat berat karena warteg bukan restoran,” ujar Sastoro.
Kalangan Senayan pun kesal dengan langkah Fauzi Bowo ini. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengancam akan mencabut dukungan dan tidak merekomendasikannya lagi untuk tidak dipilih pada periode berikutnya.
“Kalau memang warteg dipajaki 10 persen. PKB akan mencabut dukungan kepada Fauzi Bowo,” kata Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa, Marwan Jafar.
Marwan sudah mengetahui Foke menunda menarik pajak warteg. Tetapi, penundaan belum cukup. “Mestinya dibatalkan. Ini menunjukkan tidak punya kepekaan pada rakyat Kecil,” kata anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Tengah III (Blora, Pati, Grobogan dan Rembang) ini.
PKB merupakan salah satu partai yang mengusung Foke menjadi Gubernur DKI. Maka itu, bila akhirnya Foke sampai menerapkan, PKB mengeluarkan ancaman lain. “Iya, kami juga merekomendesaikan agar tidak dipilih lagi,” ujar dia.
Anggota Komisi E DPRD DKI, Wanda Hamidah menilai pajak warteg sebagai justifikasi pungutan liar. Dia mempertanyakan alasan Pemprov DKI mengaku kekurangan uang. Padahal, DKI memiliki potensi Pendapatan Asli Daerah tinggi. Namun triliunan rupiah lenyap dari manajemen parkir yang tak beres, serta pajak yang menguap dari industri hiburan, pariwisata dan lainnya. “Terlalu banyak mafia di DKI,” ungkap politisi mantan artis ini.
Kecaman juga datang dari Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Erwin Aksa. “Setelah warteg tertata lebih baik, mereka bisa menaikkan harga makanan. Setelah itu baru dibebani PPN,” kata dia.
Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Menurut Ketua Dewan Pembina YLKI, Indah Sukmaningsih selama ini Pemda DKI sudah memperoleh pendapatan tinggi dari pajak kendaraan bermotor. Namun, Pemda DKI belum bisa memberikan pelayanan baik karena kemacetan Jakarta makin luar biasa.
Menurut dia, kini saatnya publik mempertanyakan berbagai aliran uang yang ditarik Pemda Jakarta dari masyarakat. “Sekarang mereka mau tarik pajak dari warteg dan warung nasi lainnya. Pemda DKI bisa kasih janji apa?” ujar Indah menegaskan.
Hal yang sama juga disampaikan anggota Komisi I DPR RI, Teguh Juwarno. Dalam rapat paripurna, Teguh meminta DPR bersikap tegas terkait gagasan Pemerintah DKI Jakarta yang menarik pajak dari pengelola warung Tegal. Gagasan ini dianggap tidak memiliki empati kepada masyarakat kecil.
Bagaimana pendapat anda??berikan komentar!!!
Bagaimana pendapat anda??berikan komentar!!!
Categories:
Berita Pemerintahan
0 komentar:
Post a Comment